BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Konsep pendidikan
yang ditetapkan UNESCO bahwa pembelajaran itu mengarahkan anak didik untuk :
(1). Learning to know (belajar berpikir). (2). Learning to do
(belajar untuk berbuat). (3). Learning to be (belajar menjadi diri
sendiri). (4). Learning to live together (belajar hidup bersama)[1]. Konsep tersebut sangat
penting untuk diterapkan agar siswa mempunyai kompetensi sesuai dengan tujuan
pendidikan. Kompetensi dimaksud adalah kompetensi berkenaan dengan kemampuan
siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks, kompetensi menjelaskan
pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten, kompeten hasil belajar (learning outcomes)
yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses
pembelajaran, dan kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu,
harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat
dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kompetensi tersebut bagi siswa sekolah dasar (SD) amatlah
penting sebab pada sekolah dasar merupakan pondasi untuk meletakkan
konsep-konsep dasar yang apabila konsep dasar tersebut benar dan kuat, maka
akan mempermudah bagi siswa untuk melanjutkan ke sekolah jenjang berikutnya.
Sebaliknya apabila pada sekolah dasar tidak menanamkan konsep dasar dengan
benar dan kuat, maka sulit untuk diluruskan karena sudah tertaman dengan kuat
konsep yang salah tersebut, sehingga menjadi tugas berat bagi guru di sekolah
lanjutan untuk meluruskan. Penanaman konsep akan berjalan dengan baik dan benar
serta akan tertanam dengan kuat pada siswa jika dalam proses pembelajaran
disamping didukung dengan guru yang berkualiatas, juga ditunjang dengan
berbagai sarana dan prasarana pendidikan. Oleh sebab itu terwujudnya kompetensi
siswa tergantung tersedianya guru yang berkualitas, sarana dan prasarana yang
keberadaannya tidak lepas dari besarnya anggaran pendidikan yang tersedia.
Kompetensi siswa sekolah dasar dirasakan masih sangat
memprihatinkan, terbukti dengan standar kelulusan hanya 6,5[2]. Disamping nilai akademis rata-rata secara nasional masih
rendah, juga siswa tidak mempunyai kecakapan hidup dan perilaku budi pekerti
yang baik. Padahal kecakapan hidup amat penting agar siswa mampu dan berani
untuk menghadapi problema kehidupan, aktif dan kreatif mencari dan menemukan
solusi untuk mengatasinya. Pendidikan yang selama ini berjalan verbalistik dan
berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata pelajaran menyebabkan rendahnya
kompetensi siswa.
Secara umum persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia
khususnya dalam pendidikan dasar adalah menyangkut soal mutu pendidikan,
pemerataan pendidikan, dan manajemen pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Drost (2005:ix)
bahwa permasalahan terkait dengan mutu pendidikan adalah mengenai kurikulum,
proses pembelajaran, evaluasi, buku ajar, mutu guru, sarana dan prasarana
pendidikan. Termasuk persoalan pemerataan pendidikan adalah masih banyaknya
anak umur sekolah yang tidak dapat menikmati pendidikan formal di sekolah.
Sedangkan persoalan manajemen pendidikan menyangkut segala macam pengaturan
pendidikan seperti otonomi pendidikan, birokrasi, dan transparasi agar kualitas
dan pemerataan pendidikan dapat terselesaikan dengan baik.
Terkait pengadaan sarana prasarana gedung sekolah atau
ruang kelas baru, permasalahan mendasar menyangkut sistem manajemen yang
digunakan. Manajemen yang selama ini digunakan oleh pemerintah Kabupaten dalam
merehab gedung SD melalui tender atau lelang kepada kontraktor dirasa sangat
merugikan sekolah dan masyarakat. Sebab pada kenyataannya output fisik yang
dihasilkan tidak seperti yang diharapkan.
Sekolah dan juga komite tidak dilibatkan dalam pembangunan, ironisnya
sekolah dipaksa untuk menerima apa yang dikerjakan rekanan dengan tidak boleh
protes sekalipun kenyataan terlihat banyak kekurangan dan tidak sesuai bestek.
Menghadapi kenyataan tersebut pihak sekolah tidak berdaya karena berada dalam
sebuah sistem. Pemerintah daerah seolah
tidak memihak kepada kepentingan siswa. Jika saja pembangunan gedung tersebut
diserahkan kepada sekolah dan komite, niscaya hasilnya akan lebih baik
karena sekolah dan komite mampu menggali
partisipasi masyarakat. Karena masyarakat yang membangun, maka mempunyai rasa
memiliki untuk memelihara dan menjaga.
Sekalipun disadari pentingnya sarana pengajaran berupa alat
peraga, media pembelajaran, bahan praktikum, dan lainnya menentukan
keberhasilan dalam menanamkan konsep kepada siswa, namun belum semua sekolah
mampu menyediakan berbagai alat peraga yang dibutuhkan siswa. Dibeberapa
sekolah yang sudah mampu menyediakan berbagai alat peraga, namun belum mampu
merawat sehinga kondisinya sebagian rusak karena kurangnya ketrampilan untuk
memperbaiki dan biaya untuk perbaikan. Oleh sebab itu bisa dimaklumi bagi
sekolah yang mendapatkan bantuan alat
peraga berupa KIT IPA misalnya, justru menyimpan alat tersebut diruang kepala
sekolah, tidak digunakan dikelas dengan alasan takut rusak karena harganya
mahal. Kurangnya biaya dan ketrampilan untuk perawatan dan perbaikan alat-alat
peraga merupakan kesenjangan dibidang
sarana pengajaran hal ini juga terjadi di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur.
Banyak guru yang berkualitas, mereka mampu menunjukan bahwa
mereka
professional dengan terbukti
mampu menghantarkan siswa mencapai banyak prestasi akademik dan mempunyai
kompetensi tinggi serta mampu bersaing, tetapi sebagian dari guru masih harus dimotivasi lebih keras agar tidak
frustasi dan patah semangat terhadap sistem manajemen pendidikan yang sedang berjalan (sistem penggajian, sistem pengembangan
karier, sistem seleksi Kepala Sekolah/
Pengawas, sistem manajemen sekolah,dan lainnya). Oleh sebab itu
rendahnya kesadaran guru untuk mengembangkan professionalisme dan terbatasnya
anggaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya guru merupakan kesenjangan
rendahnya kompetensi guru.
Menjelang abad ke-21, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta percaturan ekonomi global semakin menguasai perkembangan dan
perubahan dunia. Dalam situasi demikian, kualitas manusia merupakan faktor
dominan bagi pembangunan. Kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
percepatan laju pembangunan semakin memperkuat aspirasi masyarakat dalam
pendidikan. Hal ini senada dengan penjelasan Ali Maksum, (2004) bahwa
pendidikan merupakan sarana setrategis untuk meningkatkan kualitas suatu
bangsa. Oleh karenanya kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan
pendidikannya seperti kemajuan beberapa negara di dunia tidak terlepas dari
kemajuan yang dimulai dari pendidikannya, namun pada kenyataannya pendidikan di
Indonesia belum menunjukkan keberhasilan yang diharapkan. Pendidikan masih
belum berhasil menciptakan sumber daya manusia yang andal disebabkan oleh
krisis multidimensi yang berkepanjangan, diyakini banyak kalangan, akibat
gagalnya sistem pendidikan di Indonesia, dan merosotnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) bahwa tahun 2005 IPM
Indonesia merosot dari 0,684 menjadi 0,682 sehingga peringkat Indonesia
diantara 175 negara juga merosot menjadi 110[3].
Di tengah meningkatnya tuntutan tersebut kita dihadapkan
pada kenyataan masih rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang. Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) mensinyalir bahwa di samping tingkat pendidikan penduduk
yang masih rendah, angka putus sekolah masih tinggi dan rendahnya angka
partisipasi pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, maka dunia pendidikan
kita dihadapkan pula pada masalah belum baiknya kualitas dan produktivitas
pendidikan. Menyadari strategisnya posisi pendidikan bagi pembangunan dan
permasalahan yang dihadapi maka upaya utama adalah upaya meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Untuk itu dalam pengembangan kurikulum SD memiliki empat sifat utama
yaitu: (1) relevansi, artinya sesuai dengan tuntutan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi serta tuntutan dan kebutuhan mmasyarakat, (2) fleksibilitas; artinya memungkinkan
terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan
waktu yang selalu berkembang, (3) kontinuitas, artinya dapat dikembangkan
secara berkelanjutan, (4) efisiensi, artinya dapat mendayagunakan waktu, biaya,
dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga
hasilnya memadai. (5). Efektivitas; artinya mengusahakan agar kegiatan
pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara
kualitas maupun kuantitas[4].
Peningkatan
mutu pendidikan Sekolah Dasar tersebut harus mengacu pada standar mutu
berdasarkan kompetensi lulusan yang tidak terlepas dari mutu kegiatan belajar
mengajar di sekolah yang dilaksanakan oleh para guru. Standar mutu tersebut
akan dapat dicapai melalui proses perencanaan, pengendalian, audit mutu, serta
peningkatan mutu yang berkesinambungan. Dengan
adannya manajemen mutu terpadu di SDN Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur akan
mengurangi/memecahkan masalah-masalah yang timbul dan sekaligus meningkatkan
performansi dan mutu kegiatan belajar mengajar secara keseluruhan yang di jamin
akan dapat memenuhi tuntutan sumber daya manusia yang sesuai dengan dunia usaha
dan dunia industri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
mutu kegiatan belajar mengajar di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur
diasumsikan banyak dipengaruhi oleh kompetensi manajerial kepala sekolah, ketersediaan
sarana dan prasarana yang memadai, partisivasi aktif guru, siswa dan warga masyarakat
seputar lingkungan sekolah yang dilaksanakan di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur tersebut.
Kepala sekolah SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, sebagai
administrator dan manajer pendidikan, dipandang memiliki kemampuan profesional
dan memiliki ketrampilan yang dibutuhkan dalam mencapai keberhasilan mutu
kegiatan belajar mengajar di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Para
kepala sekolah tersebut bertanggung jawab untuk mengarahkan semua sumber daya
pendidikan tersebut di lain pihak juga guru
agar mampu bekerja dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Di sinilah ketrampilan konseptual, ketrampilan hubungan manusia,
dan kemampuan teknikal dari kepala sekolah menjadi sangat penting untuk
menciptakan suasana sekolah yang mampu mendorong bawahan untuk bekerja lebih
baik.
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif sangat penting
dalam peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar. Seorang peneliti, Jacobs dan
Jacques dalam Gary Yukl, (1987) dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukan
sifat-sifat tertentu yang tampak sebagai berikut : (a) Kemampuan dalam
kedudukannya sebagai pengawas atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen,
terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain, (b) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan,
mencakup tanggung jawab dan keinginan sukses,
(c) Kecerdasan,
mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir, (d) Ketegasan atau kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan
tepat, (e) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan
untuk menghadapi masalah, (f) Inisiatif,
atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian
kegiatan dan menemukan cara-cara baru dan inovasi.
Hal ini sesuai dengan simpulan Miner, dalam, Gary Yukl, (2000) bahwa sifat/karakteristik pemimpin
dalam mengefektifkan organisasi melalui anggota-anggotanya adalah sebagai
berikut: (1) Sikap yang positif terhadap orang-orang yang berwewenang, (2)
suatu keinginan untuk bersaing dengan orang lain untuk memperoleh status sumber
daya, dan dukungan (3) suatu keinginan untuk memimpin menjadi seorang yang
tegas, (4) keinginan untuk menjalankan tugasnya terhadap orang lain, (5)
keinginan untuk mendapatkan posisi yang baik dalam mutu pendidikan, (6)
kesediaan untuk melaksankan kegiatan-kegiatan administrasi rutin seperti
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan, para pemimpin yang efektif mampu
mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuan pada umumnya (secara relatif)
lebih matang emosinya daripada pengikut/anggota
organisasi, sehingga selalu mampu mengendalikan situasi kritikal (sulit dan
bermasalah). Di samping itu memiliki
kemampuan melakukan sosialisasi dengan
orang lain khususnya anggota organisasi, serta memiliki keyakinan dan kepercayaan
diri yang cukup tinggi, memiliki motifasi dan keinginan berprestasi, yaitu para
pemimpin yang efektif memiliki dorongan besar dari dalam dirinya untuk menyelesaikan sesuatu secara sukses, memiliki kemampuan
hubungan manusiawi, yaitu mengetahui bahwa usahanya untuk mencapai sesuatu
sangat tergantung pada orang lain, khususnya anggota organisasinya.
Siagian
(2002) mengatakan bahwa efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, dana, sarana dan prasarana
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang dengan mutu tertentu tepat pada waktunya. Berarti
efektifitas sebagai orientasi kerja menyoroti empat hal, Yaitu : (a) sumber
daya, dana, sarana dan prasarana yang dapat digunakan sudah ditentukan dan
dibatasi, (b) jumlah dan mutu barang atau jasa yang harus dihasilkan telah
ditentukan, (c) batas waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut sudah
ditetapkan, (d) tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas sudah
dirumuskan.
Dengan demikian maka dalam efektifitas sekolah memvalidasi paradigma
pengembangan model dengan memberikan
kekuasaan sekolah untuk menerapkan keputusan, kebijakan, dan arah
pengorganisasian yang bertumpu pada kekuasaan
anggaran, sarana, dan personel
pengelolaannya. Dalam manajemen sekolah ada lima efektifitas yang perlu
dikembangkan, yaitu : (1) prinsip kepemimpinan yang mantap; (2) harapan yang
tinggi dari penampilan siswa; (3) mengutamakan dasar kecakapan; (4) penugasan
dan pengawasan yang tepat; dan (5) tingkat evaluasi penampilan siswa.
Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sekolah
dalam peningkatan efektifitas adalah : (1) Guru yang berkualitas dan berwenang
yang mampu melibatkan murid dalam proses pembelajaran yang efektif dan mampu
memanfaatkan fasilitas dan situasi secara maksimal, (2) Manajemen sekolah
dengan pimpinan kepala sekolah yang mampu mendayagunakan potensi, baik SDM
(Sumber Daya Manusia) maupun SDA (Sumber Daya Alam), (3) Manajemen pendidikan
yang dijamin oleh perundang-undangan yang kondusif untuk meningkatkan peran
serta masyarakat, (4) Kohesi sosial yang mampu mengakomodasi tumbuh kembangnya
aneka ragam budaya dan adat kebiasaan
(Komnas, 2001: 8).
Schheerens (2003) memberikan analisa tentang faktor-faktor
yang dapat meningkatkan efektivitas yaitu : (1) Prestasi, orientasi, harapan
tinggi, (2) Kepemimpinan Pendidikan, (3) Konsensus dan kohesi antar staf, (4)
Kualitas kurikulum/kesempatan belajar, (5) Iklim sekolah, (6) Potensi
evaluatif, (7) Keterlibatan orang tua, (8) Iklim kelas, (9) waktu belajar
efektif.
Hasil analisis Depdiknas (2001) sedikitnya ada tiga faktor
yang menyebabkan mutu pendidikan di sekolah tidak mengalami peningkatan secara
merata, yakni : (1) kebijakan dari penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan education production function atau input-output
analysis yang dilaksanakan secara tidak konsekuen, (2) penyelenggaraan
pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik dan ,(3) peran
serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan
selama ini sangat minim.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan
upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah melakukan reorientasi
penyelenggaraan pendidikan. Misalnya tidak diperlukannya lagi intervensi pemerintah pusat ke daerah atau
ke sekolah. Hal ini dimaksudkan supaya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri
apa yang perlu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar dan mengelola sumber
daya yang ada untuk berinovasi semakin meningkat. Sedangkan partisipasi
masyarakat ditampakkan pada tingginya keterlibatan mereka sehingga setiap unsur
dapat berperan dalam meningkatkan kualitas, efisiensi, dan pemerataan
kesempatan, pendidikan dengan memodifikasi struktur pengambilan keputusan dari
pemerintah pusat ke daerah dan seterusnya ke sekolah.
Sehubungan dengan pengertian itu, dinyatakan pula bahwa
peningkatan efektivitas sekolah dipengaruhi oleh iklim organisasi sekolah. Oleh
sebab itu, perlu diusahakan berbagai langkah dan kegiatan yang dapat
meningkatkan kinerja sekolah . Untuk menemukan upaya-upaya tersebut kiranya
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang menyebabkan mutu pendidikan
efektifitas sekolah. Khususnya di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet
Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut melalui judul
penelitian “Pengaruh Manajerial Kepala
Sekolah dan Partisipasi Guru Terhadap Efektivitas Belajar di SDN se Gugus 1
Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1.
Mutu pendidikan di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur masih cukup rendah.
2.
Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah SDN se gugus 1
Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur masih perlu ditingkatkan.
3.
Belum semua SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet
Kabupaten Cianjur memiliki sarana prasarana belajar yang memadai.
4.
Pengelolaan dan pemanfaatan sarana prasarana sekolah di
SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur masih kurang
difungsikan.
5.
Pertisipasi aktif guru dalam pemanfaatan sarana
prasarana sekolah SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
masih kurang optimal.
6.
Efektivitas belajar SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur masih perlu ditingkatkan.
1.3
Batasan Masalah
Agar permasalahan tidak terlalu
luas, serta mengingat keterbatasan kemampuan peneliti baik dari segi
pengetahuan, waktu, tenaga dan biaya maka pada penelitian ini permasalahan
dititik beratkan hanya pada pengkajian pengaruh Manajerial Kepala Sekolah dan Partisifasi Guru terhadap
Efektivitas Belajar di SDN se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten
Cianjur ?
1.4
Rumusan Masalah
Secara lebih rinci lingkup permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1.
Bagaimana pengaruh
Manajerial Kepala Sekolah terhadap efektivitas belajar di Sekolah Dasar Negeri
se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur ?
2.
Bagaimana pengaruh
Partisifasi Guru terhadap efektivitas belajar
di Sekolah Dasar Negeri se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur ?
3.
Bagaimana pengaruh
Manajerial Kepala Sekolah dan
Partisifasi Guru terhadap efektivitas belajar di Sekolah Dasar Negeri se gugus
1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkorelasikan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1.
Manajerial Kepala Sekolah terhadap efektivitas belajar di Sekolah
Dasar Negeri se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
2.
Partisifasi Guru terhadap efektivitas belajar di Sekolah
Dasar Negeri se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
3.
Manajerial Kepala Sekolah dan Partisifasi Guru terhadap
efektivitas belajar di Sekolah Dasar Negeri se gugus 1 Ciherang Kecamatan Pacet
Kabupaten Cianjur.
1.6
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
terlibat dan memiliki perhatian yang luas terhadap perkembangan dunia pendidikan
di Indonesia umumnya dan Sekolah Dasar khususnya, diantaranya :
1.
Sebagai bahan masukan bagi para
Kepala Sekolah, Pengawas, dan guru, SDN se gugus 1 Kecamatan Pacet Kabupaten
Cianjur dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
- Sebagai bahan masukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, bahwa hasil penelitian ini dapat menjadi tambahn informasi dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Cianjur.
1.7
Sistematika
Penelitian
Tesis ini disusun dalam 6 (enam)
Bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I
|
:
|
PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
|
BAB II
|
:
|
TINJUAN
PUSTAKAN
Berisi
tentang penelitian terdahulu, landasan teori, kerangka pemikiran dan
hipotesis.
|
BAB III
|
:
|
METODOLOGI PENELITIAN
Peneliti mengungkapkan landasan
filosifis atau landasan logis dengan berisi indentifikasi variable, definisi
operasional variable, populasi dan sample, sumber dan jenis data, metode
pengumpulan data, teknik analisis data, teknik asumsi, dan pengujian
hipotesis
|
BAB IV
|
:
|
GAMBARAN
UMUM DAN OBJEK PENELITIAN
Pada bab
ini berisi tentang gambaran objek dan atau tampat penelitian dilakukan (research site).
|
BAB V
|
:
|
HASIL
PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada
bab ini berisi tentang hasil penelitian, analisis hasil penelitian, uji
hipotesis, dan pembahasan.
|
BAB VI
|
:
|
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan
dan saran
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
||
LAMPIRAN-LAMPIRAN
|
[1]
Budiono Kusumohamidjojo, (2009). Perpustakaan
Fakultas Filsafat Unpar
http://filsafat.kompasiana.com/2009/10/26/konfusius-dan-pendidikan/
[2]
POS UASBN 2010 Depdiknas, Jakarta 2010
[3]
Hanafiah. N, dkk, (2010), Manajemen
Pendidikan, Penerbit Cakra, Bandung (h: 147)
[4]
Asep Herry Hernawan dkk, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-pengembangan-kurikulum.
di acces 5 Maret 2011. 9.32 PM
Kami Melayani Order Bahan Penyususnan Karya Tulis.
ReplyDeletePesanan Via SMS Ke :+6283817015852.
Hanya Melayanai contac Person Vis SMS. Tidak Voice Call